Pandangan Hidup Tauhid: Pelajaran dari Nabi Ibrahim AS
Khutbah Idul Adha 1435 H Di Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya
Tema: Pandangan Hidup Tauhid: Pelajaran dari Nabi Ibrahim AS
Oleh: Dr. Drs. H. Luqman Hakim, M.Sc
لله اكبر, الله اكبر, الله اكبر…×3
Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan sangat banyak kepada kita sehingga kita tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Allah Swt memerintahkan kita untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada kita semua. Nabi Sulaiman yang sangat kaya dan memiliki banyak talenta mengajarkan kepada kita untuk pandai bersyukur seraya beramal sholeh baik atas nikmat yang kita terima secara langsung maupun tidak langsung melalui orang tua atau pihak lainnya. Doa Nabi Sulaiman AS diabadikan dalam al Qur an:
الله اكبر, الله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 143 H seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Iedul Adha atau hari raya Qurban. Kemarin, 9 Dzulhijah 1435 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji menjalani wukuf di Arafah dengan memakai ihram putih-putih yang melambangkan kesetaraan derajat manusia di hadapan Allah, tidak ada keistimewaan antar satu orang dengan lainnya kecuali berdasarkan ketakwaannya kepada Allah. Berdasarkan seluruh rangkaian ibadah Iedul Qurban hari ini, kita kembali diingatkan kepada pelajaran tauhid dari seorang kholilulloh, sahabat Allah SWT, Nabi Ibrahim AS.
Sungguh berat ujian allah SWT yang diberikan kepada Nabi Ibrahim AS untuk mendapat sebutan kholilullah. Perkawinan Nabi Ibrahim AS dengan isteri pertamanya, Siti Sarah telah berlangsung beberapa lama tetapi belum dikaruniai putra padahal Nabi Ibrahim AS sangat menginginkan guna mempertahankan keturunan. Alhamdulillah, dari perkawinan isteri keduanya dengan Siti Hajar, Nabi Ibrahim AS mendapat keturunan seorang laki-laki yang kemudian ia beri nama Ismail.
Nabi Ibrahim AS sangat mencintai Ismail dan begitulah secara alamiah semakin bertambah usia Nabi Ismail, hati Nabi Ibrahim AS semakin tertambat kepadanya. Tetapi justru ketika sang putra mulai menginjak dewasa, dan ketika cintanya kepada anak sedang memuncak, Nabi Ibrahim AS justru mendapat perintah untuk menyembelih buah hatinya. Cobalah renungkan bagaimana kira-kira perasaan Nabi Ibrahim AS saat itu? Pergulatan seperti apa yang berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim hanya karena beliau nabi. Sewajarnya jika Nabi Ibrahim AS gundah dengan perintah ini karena beliau juga manusia biasa. Meskipun demikian, karena beliau Nabi dan sekaligus Rasulullah, Ibrahim AS menerima perintah ini dengan sabar seraya menunggu saat yang tepat untuk menyampaikan berita itu kepada putranya. Tetapi, betapa terkejutnya sang ayah ketika perintah itu benar-benar disampaikan kepada Ismail, karena ternyata Ismail dapat menerima mimpi ayahnya sebagai perintah dari Allah SWT sehingga menerima perintah kewahyuan itu dengan sabar dan bahkan meminta ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah tanpa ragu.
Peristiwa ini dijalani Nabi Ibrahim AS tanpa tahu apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh allah SWT. Kalaulah bukan karena niat taqarub kepada Allah sang pencipta, mustahil pengorbanan yang demikian besar akan dilakukannya. Maka dibawanyalah putra terkasih Ismail ke suatu tempat dan digoroklah leher putranya dengan parang tajam.
Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim AS ternyata bukan menyembelih putranya. Dengan kuasanya, Allah SWT, menggantikan Ismail yang patuh dengan seekor kambing besar dan gagah sehingga Ismail pun tetap hidup dan kembali kepada keluarga seperti sedia kala. Nabi Ibrahim AS sendiri tidak mengira bahwa peristiwa besar ini hanyalah ujian bagi kecintaannya kepada Allah SWT. Semua peristiwa ini diceritakan secara ringkas oleh Allah dalam al Qur an. Allah berfirman:
“Maka tatkala anak itu menginjak dewasa, Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Apa pendapatmu?” Ia menjawab: “Wahai bapakku yang tercinta, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah bapak akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash Shaffaat: 102).
Cerita besar mengenai cinta dan pengorbanan kepada Allah sang pencipta mempunyai makna yang begitu besar tiada tandingannya. Apa yang dikorbankan Nabi Ibrahim AS untuk Allah SWT bukan sekedar unta, sapi apalagi kambing, melainkan anak yang waktu itu hanya semata wayang, Nabi Ismail. Tidak mungkin anak yang dicintai dan telah lama diharap-harapkan kehadirannya disembelih kalau bukan karena keinginan taqarub kepada Allah SWT. Oleh karena itu semangat di balik penyembelihan Ismail bukan sekedar peristiwa penyembelihan atau, dalam bahasa Arab disebut “adhiyah” atau yang dalam budaya Jawa nglarung identik dengan “sesaji.” Semangat “berqurban” yang diajarkan nabi Ibrahim berasal dari kata “taqaraba” yang artinya mendekat kepada Allah SWT. Oleh karena itu Iedul Adha yang dikaitkan dengan penyembelihan hewan juga disebut Iedul Qurban, yaitu sebuah momentum agar umat Islam mewarisi semangat taqarub kepada Allah SWT. Mulai hari ini hingga berakhirnya hari tasyrik umat Islam di seluruh penjuru dunia menyembelih hewan sebagai qurban. Daging qurban dimaksud dibagi-bagikan kepada yang berhak karena allah mencintai keadilan dan ihsan bagi seluruh umat manusia. Takbir dan tahmid dikumandangkan terus menerus untuk memperbaharui semangat taqarub kepada Allah SWT.
الله اكبر, الله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Ma’asyiral muslimien wa zumratal mu’minien, rahimakumullah.
Perspektif yang menyamakan berqurban dengan nglarung sesaji ditentang oleh ajaran Nabi Ibrahim AS. Pengorbanan Nabi Ibrahim AS tidak sama dengan “nglarung” yang sengaja dipersembahkan bagi kekuatan supranatural yang bersemayam di gunung, laut sawah atau tempat-tempat yang berserakan seperti itu. Dalam keyakinan Nabi Ibrahim AS, qurban yang beliau lakukan tidak lain adalah persembahan yang diperuntukkan bagi Allah SWT yang tanda-tandanya ada di dalam keajaiban gunung, keajaiban sawah, keajaiban laut, keajaiban seluruh langit, bumi, dan segala yang terkandung di dalamnya. Bagi Nabi Ibrahim AS, bumi, langit dan segala yang terkandung di dalamnya adalah ajaib atau pantas dikagumi karena itu adalah ciptaan Allah. Betapa tidak mengagumkan, gunung yang cantik tapi pendiam, dapat saja tiba-tiba marah dengan sangat bengis dan merusak. Ketika gunung Toba meletus bukan hanya danau sepanjang ratusan kilometer yang terbentuk karenanya. Bahkan, Afrika dan Eropa tertutup kabut debu beberapa bulan lamanya sehingga banyak orang harus bermigrasi dari daerah-daerah itu ke tempat lain karena seakan telah datang qiyamat di daerah-daerah itu. Laut yang periang dan suka bernyanyi dengan deraian ombak nan merdu, rupanya bila marah dapat menelan ratusan ribu jiwa hanya dalam hitungan jam, menit, dan bahkan detik. Tsunami di Aceh pada Desember 2004 yang lalu dapat dijadikan contoh yang memperkuat pernyataan ini. Begitulah langit, bumi dan segala yang terkandung di dalamnya, semua indah dan menakjubkan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Meskipun demikian, tidak berarti berarti gunung, laut, sawah, hutan dan lain-lain harus disembah. Seluruh bumi, langit dan segala yang terkandung di dalamnya tunduk dan patuh kepada hukum-hukum Allah SWT. Gunung yang cantik dan menjulang tinggi bukan buatan siapa-siapa kecuali ciptaan Allah. Kapan gunung diam dan kapan bergolak mengikuti sunatullah dalam bentuk hukum-hukum alam. Begitulah air laut terdiam di tempatnya tidak ke mana-mana karena ada hukum grafitasi bumi yang menjadi sunatullah. Begitulah seterusnya, Allah SWT mengasuh bumi, langit dan segala yang terkandung di jagat raya ini sedemikian rupa sehingga dapat berjalan secara alamiah dan konsisten dalam kurun waktu yang lama. Ini semua, bukan karena kekuatan yang dimiliki benda-benda itu melainkan karena Allah SWT mengasuhnya. Benda-benda itu tidak bergerak sendiri-sendiri atau mempunyai kekuatannya sendiri-sendiri sesuai kemauannya. Oleh karena itu, tidak sepantasnya gunung, laut dan lain-lain untuk disembah.
Allah SWT menegaskan bahwa Allah SWT tidak bersekutu dengan apapun atau siapapun dalam menciptakan dan mengasuh seluruh jagat raya dan segala yang terkandung di dalamnya. Kapan saja, di mana saja dan dalam keadaan seperti apa saja semua kejadian ini akan hitam apabila Allah SWT menghendakinya menjadi hitam dan, sebaliknya, akan menjadi putih apabila Allah SWT menghendakinya menjadi putih. Pandangan yang mengatakan bahwa benda-benda itu memiliki kekuatan supranatural adalah pandangan syirik atau berserakan. Pandangan tauhid nabi Ibrahim menentang pandangan seperti itu. Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Nabi Ibrahim AS tidak hanya membongkar pandangan syirik, melainkan menawarkan pandangan baru, yaitu suatu keyakinan bahwa semua kejadian ini bersumber dari Allah yang maha esa, bergerak sesuai dengan kehendakNYA, dan akan kembali kepadaNYA. Tauhid merupakan kata bentukan yang berasal dari bahasa Arab “Ahad” yang berarti satu-satunya. Tauhid tidak sama dengan `Wahid` atau satu karena selain satu mungkin ada dua, tiga dan seterusnya. Tauhid, berarti “peng-esaan” dalam pentuhanan atau penolakan terhadap dua, tiga dan seterusnya. Dalam kerangka keimanan, tauhid artinya menolak keyakinan adanya tuhan kedua, tuhan ketiga dan seterusnya. Tidak ada Tuhan selain Allah.
Upaya nabi untuk meyakinkan ajaran tauhid justru mendapat perlawanan yang sengit dari kaumnya. Sebagaimana sikap kaum ‘Ad, Tsamud dan kaum Nuh, kaum Nabi Ibrahim AS pun menolak ajaran itu. Penolakan ajaran kaum Nabi Ibrahim AS terhadap ajaran tauhid tidak kalah kerasnya dibanding penolakan yang sama oleh kaum-kaum sebelumnya. Di tingkat keluarga, ajaran Nabi Ibrahim AS ditolak oleh ayahnya sendiri. Adzar, ayah Nabi Ibrahim AS bersikukuh untuk mempertahankan kesyirikannya dengan tetap menyembah `tuhan` imajiner yang disimbolisasikan dengan patung atau berhala Lata dan Uza.
Di tingkat masyarakat, penyebaran ajaran tauhid oleh Nabi Ibrahim AS membuat khawatir Raja Babilonia bernama Namrud. Suatu hari raja mendapat firasat buruk melalui sebuah mimpi bahwa suatu saat nanti akan lahir seorang bayi laki-laki yang akan menggoyahkan kekuasaannya. Sejak saat itu, raja Namrud memerintahkan pembunuhan setiap bayi laki-laki yang lahir. Untuk menghindari lahirnya bayi dimaksud, kaum laki-laki dipisahkan dari kaum perempuan. Demi keselamatan jiwanya, Bayi Ibrahim pun disembunyikan dan dibesarkan di sebuah goa yang jauh dari pengamatan para pengawal Namrud. Proses ini berlangsung cukup lama sampai akhirnya Nabi Ibrahim AS keluar dari persembunyian dan mengkritisi keyakinan raja Namrud dan kaumnya. Raja Namrud marah terhadap kegiatan Nabi Ibrahim AS dan memutuskan untuk menangkap dan membakarnya di depan publik. Nabi Ibrahim AS dilemparkan ke tengah kayu bakar yang telah menyala-nyala. Tetapi, betapa mengejutkannya karena setelah api padam ternyata Nabi Ibrahim AS keluar dari api tanpa tergores sedikitpun.
Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim AS dengan mengubah sifat api yang panas menjadi dingin seraya memerintahkannya untuk menyelematkannya. Allah SWT kuasa untuk membuat apa saja yang dikehendaki. Cerita ini tertuang dalam al Qur an surat al Anbiya’ 69.
Raja Namrud tidak dapat menerima kenyataan ini sehingga Nabi Ibrahim AS diusir dan harus meninggalkan Gharb. Dalam rangka mencari tempat yang baru bagi misi kerasulannya, Nabi Ibrahim AS hijrah ke Haran lalu ke Palestina, Mesir dan akhirnya Makatul Mukaramah. Ketika posisi keyakinan ayahnya juga jelas-jelas memusuhi Allah SWT, Nabi Ibrahim AS pun dibebaskan dari kewajiban menyampaikan risalah kepada Azar. Upaya nabi ini dapat disimak pada Al Qur an surat Al An ‘Am 73; surat 19 Maryam 58 dan surat At Taubah 114.
الله اكبر, الله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Keteguhan Nabi Ibrahim AS mempertahankan keyakinannya terhadap kekuasaan Raja Namrud mendapat pujian dari Allah SWT. Dengan tegas Allah membenarkan apa yang menjadi pandangan agama Nabi Ibrahim AS. Agama Nabi Ibrahim AS sebagai yang benar, haniefan dan menganjurkan kita semua untuk mengikutinya. Pandangan tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim AS begitupun peribadatan yang dicontohkannya sudah benar tanpa keraguan sedikitpun sehingga Allah SWT menempatkan ajaran itu sedemikian tinggi seakan-akan merupakan agama ciptaan Nabi Ibrahim (milata Ibrahim). Untuk itu Allah SWT menegaskan agar seluruh umat manusia mengikuti ajaran Nabi Ibrahim AS. Penegasan itu ada di dalam surat An Nisaa 125. Perintah itu dengan jelas ditaati tanpa ragu oleh para penerus langsung Nabi Ibrahim AS seperti Nabi Ismail AS, Nabi Ishaq AS, Nabi Ya’qub AS maupun keturunannya yang tidak langsung seperti Nabi Muhammad SAW. Karena pandangan seperti telah diuraikan di atas Nabi Ibrahim ditahbiskan sebagai imam bagi seluruh nabi dan rasul sesudahnya.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak berlaku bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah ayat 124)
Nama Nabi Ibrahim AS dan keluarganya ditetapkan sebagai bacaan sholat sebagaimana nama Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan siapapun yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW akan dimuliakan sama mulianya dengan para pengikut Nabi Ibrahim AS. Ketentuan ini berlaku bagi kita semua dan anak keturunan kita selama mereka mengikuti ajaran tauhid yang telah diletakkan oleh Nabi Ibrahim AS dan diteruskan oleh para nabi dan rasul sesudahnya.
بارك الله لي ولكم