Mencetak Generasi Pemimpin Ummat
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)
Krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Krisis ini jauh lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi dan air. Karena dengan absennya pemimpin yang visioner, kompeten, dan memiliki integritas maka masalah air, konservasi hutan, kesehatan, pendidikan, sistem peradilan ,dan transport akan semakin parah.” Begitulah paparan dari Pakar Ekonomi Syariah Syafii Antonio dalam menguraikan kondisi saat ini dalam salah satu bukunya.
Tentunya krisis kepemimpinan tidak cuma sekedar prediksi para pakar melainkan telah terjadi dan melanda seluruh dunia termasuklah Indonesia sehingga ramai dibuka leadership training baik di kampus maupun di sekolah. Sudah menjadi amanah bagi muslim untuk berusaha menjadi intelektual sekaligus hamba Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan Pendidikan Nasional juga memberikan amanah yang sama kepada muslim Indonesia terutama para pelajar dan mahasiswa baik disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 , tentang sistem pendidikan nasional yang menjelaskan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
Demikian juga dalam UU no. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dalam tujuannya juga memuat hal yang sama yaitu “(a)berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa”.
Amanah konstitusi untuk menjadikan mahasiswa dan/atau siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa tentu berhubungan erat dengan pendidikan agama. Kualitas kurikulum pendidikan dan dosen pengampu mata kuliah agama akan berpengaruh terhadap mahasiswa muslim di setiap fakultas dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan umum yang diajarkan. Prof Al Attas menjelaskan tentang kualitas peradaban muslim hari ini belum bisa mencapai kualitas muslim pada abad gemilang peradaban islam dikarenakan 3 hal yang saling berkaitan yaitu loss of adab , confusion of knowledge, dan pemimpin palsu.
Pendidikan Islam bertujuan untuk melahirkan muslim yang memiliki pandangan hidup islam dengan teori dan praktik keilmuan yang islami, sedangkan pendidikan sekuler akan melahirkan muslim yang sekuler dengan disiplin ilmu yang dibangun atas kerangka berpikir yang sekuler juga. Tentu harapan pendidikan islam adalah bisa kembali melahirkan generasi terbaik yang berpandangan hidup (worldview) islam dan berkerangka pikir (framework) islam sebagaimana generasi sahabat Rasulullah, dan itu berarti menolak sekulerisme diinternalisasikan dalam kehidupan.
Apakah hasil dari pendidikan Islam dan sekuler sangat berbeda? Tentu jawabannya adalah iya, bila ditanya mengapa? Jawabnya karena “Sistem keilmuan sekuler dan ateistik tidak mengakui ‘wahyu’ sebagai sumber ilmu, karena wahyu dianggap sebagai dogma tidak ilmiah. Padahal ,pada saat yang sama ,ilmuwan sekuler itu pun menerima berita-berita yang dibawa oleh para antropolog dan ilmuwan ateis ,tapa proses verifikasi.
Perbedaan antara peradaban yang dipimpin muslim dan barat hari ini tidak hanya bermuara pada teori melainkan juga pada praktiknya, Dr. sayyed Husein Nasr pakar sains lulusan Harvard University itu mencatat dalam bukunya berjudul The Need for a Sacred Science bahwa “Today more and more people are becoming aware that the applications of the modern science, a science with until a few decades ago completely western and which has how spread to other continents, have caused directly or indirectly unprecedented environmental disasters, bringing about the real possibility of the total collapse of the nature order.”
Jadi kata Hossein Nasr, kini makin banyak orang yang sadar akan aplikasi sains modern yang total bersifat Barat (Western) yang secara langsung atau tidak telah menyebabkan kehancuran lingkungan, bahkan berimplikasi pada kehancuran tatanan alam secara total. Jadi, memang ada “sains modern”,”sains barat” yakni sains yang dipandang bertanggung jawab terhadap kerusakan di alam ini.
Al Attas menguraikan bahwa Sains yang bersumber dari knowledge yang sepenuhnya dari barat ini untuk pertama kali membuat kekacauan terhadap The Three Kingdom of Nature yaitu dunia binatang ,tumbuhan,dan mineral. Contoh dari penerapan sains sekuler /ateis juga dikemukakan oleh J.B.S. Haldane (ahli biologi) ,yang menyatakan bahwa “kegiatan saya sebagai seorang saintis adalah ateistik. Ini untuk mengatakan bahwa ketika saya merancang sebuah percobaan saya mengansumsikan tidak ada tuhan, malaikat ,atau iblis yang akan ikut campur pelaksanaannya… Karena itu ,menjadi tidak jujur secara intelektual jika saya juga tidak ateis dalam urusan dunia”
Worldview Islam sebagai dasar pemikir ilmuwan Islam dibangun atas konsep Tuhan, wahyu, kenabian, hari akhir, alam semsta, dan manusia. Sedangkan ilmuwan sekuler memiliki makna lain untuk memahami konsep dasar tersebut menggunakan akal dan sejarah ditambah penolakannya terhadap otoritas wahyu; bahkan meragukan kebenarannya; maka pantas saja dengan kurikulum sekuler maka pendidikan umum maupun disiplin keahlian dapat mendorong terlahirnya limuwan yang masuk kepada kategori agnostik (la-adriyyah), shopisme indiyyah, hingga paham sophisme gabungan dari keduanya.17
Kebangkitan pemuda adalah kebangkitan negara; sedangkan kebangkitan ilmu adalah kebangkitan peradaban. Perbedaan pandangan hidup muslim Indonesia akan sangat menentukan arah pembangunan Indonesia, apakah sarjana muslim tersebut mengikuti worldview Islam atau sekuler akan memberikan dampak yang berbeda terhadap sumbangan pembangunan keilmuan dunia.
Apakah ilmu pengetahuan tersebut akan menjadikan bumi makmur sekaligus muslim tersebut melaksanakan tugasnya menuntut ilmu dan khalifah bumi diselesaikan dengan baik; ataukah mengikut keilmuan modern sekular hari ini yang berdampak terhadap kerusakan alam dan bertujuan materialistik sehingga banyak menguntungkan pihak korporasi.
Peradaban islam adalah peradaban ilmu dibangun atas kebenaran kitab suci Al Quran dan teladan dari nabi Muhammad saw yang telah memberikan banyak sumbangan terhadap keilmuan dunia hingga hari ini, maka dari itu tuduhan bahwa agama akan membuat ilmu pengetahuan tidak objektif, tidak berkembang, atau membatasi ilmu pengetahuan;tentu tidak berlaku dalam sejarah Islam.
Peradaban islam yang tidak pernah melakukan dikotomi ilmu termasuk sekulerisasi ilmu pengetahuan dan terbukti islam itu adalah peradaban ilmu; bukan peradaban bar-bar; bahkan sumbangan keilmuannya melahirkan semangat renaissance kepada barat seperti yang tercatat oleh penelitian Prof. George Saliba berjudul Islamic Science and the making of the Europe renaissance.
Sejarah telah mencatat bahwa bangsa yang tidak memiliki identitas kebudayaan meskipun memiliki kekuatan militer yang kuat maka mereka akan terpengaruh terhadap kebudayaan negara yang ditaklukkannya ;sebut saja tentang Jerman yang menyerang imperium Romawi, jengis khan yang mengalahkan china, hingga mongol yang meratakan Baghdad; mereka yang tidak memiliki kebudayaan-peradaban akan menyerap kebudayaan kaum yang lebih beradab sehingga Jerman ter”romawi”kan, jengis khan telah ter”china”kan,dan tentara mongol akhirnya terislamkan; begitupun hari ini negara yang takluk terhadap keilmuan dan pandangan hidup (worldview) sekuler akan terbaratkan sekaligus bagi muslim, sekulerisme itu sendiri berarti memutus muslim dari warisan peradaban islam terutama keilmuan islam yang tidak memisahkan anatar ilmu pengetahuan dan kitab suci.
Istilah Sains Islam hari ini masih dinilai sebatas mengenang kembali sejarah kegemilangan keilmuan dan teknologi di zaman kekhalifahan islam, belum dianggap sebagai sebuah proyek keilmuan alternatif terhadap ilmu pengetahuan yang dikembangkan mengikuti worldview barat,dimana hari ini memperlihatkan dampak kerusakan terhadap alam dan sistem muamalah manusia.
Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, dalam memahami makna sains islam tidak cukup dengan sebuah atau dua buah definisi. Ini tidak berarti bahwa sains Islam itu tidak definitif dan tidak jelas identitasnya, sebab konsep sains islam sendiri memerlukan penjelasan dan pendekatan yang komprehensif. Sains islam memiliki pendekatan yang berbeda daripada Sains barat (sekuler) dalam melihat alam semesta, makna realitas, makna ilmu, tata nilai hingga moralitas.
Tentu ilmuwan dan pemimpin muslim yang memiliki pandangan hidup Islam tidak akan memisahkan antara keimanan dan ilmu pengetahuan. Pandangan hidup ilmuwan muslim sudah sewajibnya dibangun atas pemahaman terhadap Al Quran dan penjelasan Nabi. Pembangunan worldview islam dapat ditelusuri sejak nabi hijah ke madinah, disana beliau membangun institusi pendidikan seperti Ashab Suffah yang merupakan model universitas di zaman Nabi. Wallahu a’lam. (Khoirul Anwar Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya)