[:id]MAKNA TAZKIYAH DI BULAN RAMADHAN[:]

[:id]Oleh: Drs. Khusnul Fathoni, M.Ag (Kepala Pusat Pembinaan agama)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, وَ الصَّلاَةُ وَالسَّلامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَعِـين

Alhamdulillah, hanya dengan rahmat dan inayah Allah semata, kita dapat menunaikan rangkaian ibadah di bulan suci ramadhan dengan lancar, dibanding saudara kita yang masih dalam kondisi kesulitan dalam segala aspek kehidupannya. Kita do’akan saudara kita semoga segala kesulitannya dimudahkan oleh Allah dan semoga kesabarannya memperoleh balasan yang berlipat di sisi Allah. Dan semoga rangkaian ibadah puasa kita diterima Allah sebagai amal shalih, do’a kita diijabah Allah dan seluruh amal ibadah kita menjadi kafarat dosa kita, sehingga hidup kita senantiasa bersama dengan ridha dan maghfirah Allah SWT.  Aamiin.

Ta’lim silaturrahim pada dalam kesempatan ini, mengkaji makna tazkiyah, yakni ramadhan sebagai bulan suci, bahwa puasa di bulan ramadhan merupakan ibadah yang berhubungan dengan proses penyucian, laihir bathin, jasmani dan ruhani, yang meliputi:

  1. Tazkiyatun-Nafsi.

Puasa mengandung makna sebagai penyucian jiwa yang kotor akibat dosa, dan penyakit ruhani. Sekecil apapun dosa dan maksiyat dapat mengotori jiwa, demikian juga penyakit ruhani seperti kufur nikmat, sombong, rasa bermusuhan, rasa benci, rasa dengki, rasa dendam, dapat mengotori jiwa.

Jiwa yang kotor disediakan sarana pembersih oleh Allah melalui samudera maghfirah yang diberikan kepada orang yang melaksanakan ibadah puasa yang dilandasi keimanan dan niat yang bersih hanya semat-mata mencari ridhanya Allah.

Jiwa yang bersih sebagai hasil ibadah puasa, akan melahirkan ketenangan dan ketentraman hidup, karena jiwa telah kembali fitrah sebagaimana keadaan bayi yang baru dilahirkan dari Rahim ibunya. Maka pantas jika akhir ramadhan akan bertemu dengan idul fitri, yakni kembali suci, kembali menemukan jati diri sebagai sebagai manusia yang fitrah.

  1. Tazkiyatul Maal

Ibadah puasa mengajarkan bahwa walaupun makanan halal milik kita, tidak ada orang tahu, tetapi kita tidak boleh memakannya sebelum datang waktunya untuk berbuka.

Jika selama puasa di bulan suci ramadhan memakan makanan yang halal saja dilarang, apalagi makan makanan yang haram. Inilah karakter terpuji yang dibentuk oleh ibadah puasa, agar manusia sejak mencari harta, menikmati harta dan membelanjakan harta senantiasa mengikuti petunjuk Allah Khairur Raaziqin (Yang Maha Memberi Rizqi).

Apabila ketika mencari rizqi yang dicari hanyalah yang halal dan tahyyib (Q.s. Al-Baqarah [2]: 168, 172). Niscaya tidak ada orang yang dirugikan dan bahkan tidak akan berkembang nafsu serakah yang senantiasa saling merugikan.

Apabila rizqi yang diperoleh segera dikeluarkan yang bukan haknya untuk kemudian diserahkan kepada yang berhak, maka rizqi menjadi bersih dan barakah karena tidak bercampur dengan hak fakir dan miskin, dan mereka yang berhakpun tidak dirugikan.

Inilah hakekat Tazkiyatul Maal yang mengandung nilai humanisme dan nilai keadilan yang diajarkan dalam agama Islam, agar terjadi sistribusi harta harta secara merata, sebagaimana petunjuk Allah:

كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ

…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…(Q.s. Al-Hasyr [69]: 7)

Perlu disadari bahwa infaq, zakat dan shadaqah bukan, sekali lagi bukan membersihkan penghasilan yang kotor (seperti hasil korupsi, manipulasi, kolusi, mencuri, judi, dll) tapi membersihkan perolehan yang bersih, karena masih ada titipan Allah 2.5 % yang harus diserahkan kepada yang berhak. Maka pada hakekatnya zakat bukan pemberian orang kaya kepada fakir miskin, tetapi kewajiban orang kaya untuk mengeluarkan yang bukan haknya kemudian menyerahkan kepada yang berhak.

Waspadaaa !!!! orang yang tidak membersihkan hartanya dengan zakat, di dunia ini lebih jahat dari pencuri, karena kebanyakan pencuri mengambil harta orang kaya, sedang orang yang tidak berzakat pada hakekatnya sama dengan mencuri hak fakir dan miskin.

Waspadaaa !!! orang yang tidak membersihkan hartanya dengan zakat, di akhirat nanti akan berhadapan dengan konsekwensi yang sangat mengerikan, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam surat At-Taubah [9]: 34-35).

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,

يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.

Hanya orang beriman yang dapat menerima dan menyadari ayat di atas, sedang orang yang tidak ber-Tuhan, apalagi menganggap akhirat adalah hayalan masa depan, sulit untuk menerima kebanaran ayat di atas, seperti sulitnya kelelawar melihat terangnya sinar di waktu siang, karena sudah tenggelam dalam kegelapan malam.

  1. Tazkiyatul ‘amali

Ibadah puasa merupakan penyucian amal perbuatan, seperti tutur kata, pendengaran, penglihatan, sikap, tingkah laku dalam berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat. Bahkan penyucian segala kecenderungan manusia, agar hanya tertuju kepada kecenderungan yang positif saja.

Beberapa perbuatan yang patut diwaspadai terutama ketika sedang berpuasa, adalah:

  1. Berkata dusta, yakni menyampaikan sesuatu yang berlainan dengan kenyataan. Jika dilhat dalam hal perbuatan, orang yang berdusta juga bisa berperilaku tidak sesuai dengan perkataannya. Dusta merupakan dosa besar dalam Islam, induk dari banyak maksiat lain. Jika seseorang sudah terlanjur berdusta, ia akan melakukan kebohongan lain untuk menutupi yang pertama. Karena itu, jika orang berdusta selama ia berpuasa maka ibadah puasanya tidak bernilai apa-apa di sisi Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan,” (H.R. Bukhari).
  2. Gibah, gosip, atau membicarakan keburukan orang lain termasuk perilaku tercela yang dilarang Islam. Seseorang yang bergosip atau membicarakan keburukan orang lain dianalogikan seperti memakan bangkai saudaranya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Hujurat ayat 12. Jika seorang muslim bergibah, sedang ia berpuasa, maka ia hanya memperoleh lapar dan haus saja, tidak ada pahala bagi ibadah puasanya. Hal ini ditegaskan dalam hadis berikut: “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan rafats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’,” (H.R. Ibnu Khuzaimah).
  3. Adu domba dan fitnah merupakan benih permusuhan dan kebencian. Adu domba dapat berupa rasa tidak senang melihat orang lain rukun, lalu menyebarkan fitnah untuk merusaknya. Jangankan pahala puasa, Islam mengancam orang yang melakukan adu domba dengan balasan neraka di akhirat. Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: “Pelaku adu domba tidak akan masuk surga,” (H.R. Muslim).
  4. Bersumpah palsu. Menyatakan sumpah, tapi berbohong merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Apalagi, jika sampai membawa nama Allah SWT di awal sumpahnya maka perilaku itu termasuk salah satu dari 3 dosa paling besar. Larangan bersumpah palsu ini dijelaskan Al-Quran dalam surah Ali Imran ayat 77 sebagai berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya [dengan] Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian [pahala] di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak [pula] akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih,” (Ali Imran [3]: 77]
  5. Melihat segala sesuatu dengan syahwat. Karena itulah, orang yang mengumbar syahwatnya ketika berpuasa, pahala puasanya akan gugur sehingga yang tersisa lapar dan haus saja. Salah satu sumber syahwat yang utama ialah pandangan mata. Apabila mata tidak terkendali, tidak menundukkan pandangan pada lawan jenis yang bukan mahramnya, maka ia telah menodai ibadah puasanya. Karena itulah, seorang muslim harus waspada dengan pandangan matanya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Pandangan merupakan salah satu anak panah iblis,” (H.R. Al-Hakim dan Thabrani).

 

Subhanallah, ternyata puasa benar-benar merupakan purification of soul secara totalitas, maka benar-benar rugi, jika manusia tidak mengikuti ibadah puasa dengan baik.

Wallahu A’lam Bissawab[:]