KEJARLAH DAKU, KAU KU TANGKAP (satu renungan)
Oleh: Prof. Dr. Thohir Luth, MA
Guru Besar Ilmu Hukum Islam Fakultas Hukum UB
Ketua Pusat Pembinaan Agama UB
Ketua PWM JATIM
Dunia kata Ahmad Albar sebagai Panggung Sandiwara. Kesenangan dunia hanyalah sementara. Kesempatan Hidup di dunia juga hanya sesa’at saja. Sementara itu waktu terus berlalu dan apa yang terlewati tidak akan kembali, Lan tarji’ ayyamullati Madhat. Umur manusia di tangan yang Maha Kuasa. Tidak ada satupun manusia yang mengetahuinya. Manusia hanya menjalani usaha dan menerima takdir, dan jika yang maha Kuasa mentakdirkan Maka tidak ada satupun kekuatan yang bisa menolaknya If the God will, no body can stop.
Manusia kini hidup diantara kesenangan dan kebutuhan kesenangan menjanjikan kebahagiaan palsu. Sementara kebutuhan yang over dosis atau diluar batas kepatutan/kewajaran juga membuat kenyamanan hidup terus terusik. Dan bukan mustahil keduanya (kesenangan–kebutuhan) yang lepas kendali akan berujung pada penderitaan juga. Manusia sekarang mengejar penghasilan dan dengan penghasilan tersebut bisa mendorongnya untuk maju (need of achievement). Dia mengejar sesuatu yang masih dalam bayangan supaya menjadi kenyataan. Itu semuanya adalah manusiawi yang tidak boleh dinafikan dalam kehidupan ini. Siapa yang menafikannya berarti dia telah membayar tunai keterbelakangan hidup, dengan mengejar kemajuan masa depan yang masih dalam angan-angan?
Alhasil manusia telah menjadi subyek dan obyek saling mengejar karena ada kepentingan tertanam (vested interest). Sayangnya mereka lupa bahwa saling mangejar itu, tidak saling menangkap artinya yang mereka kejar itu belum tentu dapat. Sementara itu mengejar yang Maha Kuasa itu pasti dapat keduanya, yaitu ridho dan di ridhoiNya. Biasanya mereka ini ditengah malam atau akhir malam memburu yang Maha Kuasa, dengan Tahajjud dan baca Alqur’an karena ada kepastian menjadi orang yang mendapatkan tempat terpuji (maqaman mahmuda).
Perhatikan QS: Al Isra : 78-81. Disitulah kita memburu Allah diatas sajadah dengan Tahajud, kita ditangkap dalam genggamanNya yang menjanjikan kepastian berupa kemuliaan. Sehingga kata orang mengejar dunia belum tentu dapat, tapi mengejarAllah pasti dapat dan dapatnya lebih berharga dari pada pendapatan kita di dunia. Ini janganlah dipahami bahwa mencari kekayaan dunia dan kesenangannya tidak boleh. Boleh-boleh saja bahkan wajib mencari itu semuanya asal dengan cara-cara yang halal dan menggunakannya pada jalan yang benar. Tetapi namanya kesenangan dan kekayaan dunia itu tidak pernah sepi dari godaan dan cobaan. Sedikit sekali mereka yang lulus dalam arti bersyukur atas karunia tersebut. Kebanyakan mereka lalai, tergoda dan terperosok kesenangan tersebut. Sebagai bukti Rumah Tahanan di seluruh dunia termasuk di Indonesia penghuninya adalah juga orang-orang kaya, orang-orang berkuasa dan orang-orang cerdas. Belum lagi para pembangkang yang lolos dari jeratan hukum dan lain sebagainya.
Jadi yang saya maksudkan dengan judul tersebut diatas adalah kita mengejar sesuatu yang pasti dapatnya, kendatipun mengejar mimpi itu juga penting. Mengejar Allah dan MencintaiNya. Pasti kita mendapat cintaNya, bahkan mengampuni segala dosa kita ( QS: Ali-Imran: 31) Mengejar ampunan Allah mendapaat pengampunan Allah bersama PenyayangNya (QS Al- Nisa : 10) Memburu Kebaikan, memberi sedekah, mengadakan perdamaian hanya mencari Ridho Allah, maka mendapat pahala yang besar (QS Al-Nisa : 114). Mengejar memberikan harta dijalan Allah dan Taqwa serta Membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Allah menyiapkan kemudahan jalan bagi kita (QS : Al lail :5-7). Menolong jalan Allah niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan Kedudukan (QS: Muhammad: 7). Demikian selanjutnya pada ayat-ayat maupun hadist hadist yang berisi perintah dan larangan, pasti kita memperoleh sesuatu yang berharga di mata manusia, juga disisi Allah Swt. Persoalannya adalah beranikah kita memulainya? Bagi orang yang beriman jawabannya tentu berani. Karena itulah jalan hidup yang harus ditempuh. Tanpa itu sulit kiranya untuk meraih kemulianNya, bahkan bukan mustahil hinaan dan kerendahan yang kita dapatkan. Ini berarti bahwa kesempatan hidup yang diberikan Allah telah menjadi sia-sia belaka. Dan inilah satu kerugian besar yang patut dicermati dan diwaspadai untuk kemudian menggantinya dengan berbuat baik dan membagi kebaikan pada sesama seraya memohon ampun padaNya.
Hal-hal tersebut diatas bukan perkara sulit, tetapi mudah, asal kita mau dan berani memulainya dari yang kecil sampai pada yang besar. Dan demikian itu harus dimulai sekarang juga tanpa menunda-nunda waktu untuk beramal shalih. Karena yang pasti apa yang sudah terlewati tak akan kembali, sementara didepan kita masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Maka lakukan itu sebagai upaya untuk membekali diri dengan berbagai kebajikan agar kita menjadi baik dan bahagia. Jangan pernah menyesal masa lalu, tetapi hadapi masa depan dengan optimisme bahwa kita bisa menjadi baik dan bahagia kini dan akan datang asal istiqomah dalam kebaikan. Percayalah Allah Swt tidak menyia-nyiakan sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan kecuali dilipat gandakan pahalanya. Amin.